Tiga Kepala Dusun di Sidomulyo Jember Diberhentikan, DPRD Jember Sebut Kepala Desa Jadi Raja Kecil
![]() |
Forum Komunikasi Kasun Jember (FKKJ) saat hearing bersama Komisi A DPRD Jember (1/7). |
Jember (Warta Rakyat) —
Pemerintah Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, resmi memberhentikan Akhmad Syaiful Bahri dari jabatannya sebagai Kepala Dusun Krajan. Pemberhentian tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Desa Nomor 26 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Kamiludin selaku Kepala Desa Sidomulyo.
Keputusan ini diambil berdasarkan evaluasi terhadap kinerja perangkat desa, khususnya terkait pelaksanaan tugas penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam keterangan resminya, pemerintah desa menyebutkan bahwa Akhmad Syaiful Bahri tidak melaksanakan tugas secara maksimal sejak 2 Maret 2023 hingga 2025, dengan pencapaian target PBB yang tidak mencapai batas minimal 40 persen setiap tahunnya.
“Tidak mungkin kita memberhentikan kasun kalau tidak ada sebab akibat. Tiga kasun tersebut tidak menjalankan tugas dengan baik. Banyak keluhan masyarakat,” tegas Kamiludin dikutip dari beritajatim.
Ia juga menambahkan, "Ada masalah pajak, ada masalah dugaan pungli di masyarakat. Banyaklah."
Keputusan tersebut juga memperhatikan rekomendasi dari Camat Silo sebagaimana tertuang dalam Surat Nomor 141.4/467/35.09.30/2023 tertanggal 9 November 2023. Selain itu, Keputusan Kepala Desa Nomor 141/08/30.2009/SK/2017 tentang pengangkatan Akhmad Syaiful Bahri sebagai Kepala Dusun Krajan dinyatakan tidak berlaku.
Pemberhentian dilakukan dengan tidak hormat dan seluruh hak sebagai perangkat desa dicabut.
Reaksi Forum Kasun dan DPRD Jember
Keputusan pemberhentian tersebut memicu tanggapan dari Forum Komunikasi Kasun Jember (FKKJ). Dalam surat bernomor 1/2US tertanggal 26 Mei 2025, forum ini mengajukan permohonan audiensi kepada DPRD Kabupaten Jember, khususnya Komisi A, untuk membahas kejelasan dan dasar hukum dari pemberhentian tiga kepala dusun di Desa Sidomulyo, yakni Akhmad Syaiful Bahri (Krajan), Yudiyanto (Curah Damar), dan Nurul (Curah Manis).
FKKJ menilai proses pemberhentian terkesan terburu-buru dan menuntut klarifikasi terbuka dan adil. Audiensi dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 28 Mei 2025 pukul 09.00 WIB namun mundur ditanggal Selasa 1/7/2025) di Gedung DPRD Jember.
Menanggapi hal itu, Komisi A DPRD Jember menyuarakan kekhawatiran atas potensi penyalahgunaan wewenang oleh kepala desa.
“Sepertinya banyak kepala desa yang terindikasi jadi raja. Apalagi punya kedekatan khusus dengan orang yang paling penting di wilayahnya,” kata Alfan Yusfi, anggota Komisi A dari Fraksi PDI Perjuangan.
Wakil Ketua Komisi A, Holil Asyari, turut sependapat. “Kadang-kadang memang sekarang kepala desa memposisikan dirinya sebagai raja-raja kecil,” ujarnya.
Alfan menilai alasan pemberhentian karena tidak mencapai target PBB adalah bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Desa dan Permendagri.
“Menurut kami, kalau alasan ini yang dibuat, jelas itu sangat melanggar Undang-Undang Desa ataupun Peraturan Menteri Dalam Negeri,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan peran kepala desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kewajiban pajak.
“Kalau kemudian masyarakat belum paham sehingga pagu pajak rendah, pertanyaannya, apakah pemerintahan desa yang dipimpin oleh kepala desa tersebut sudah benar-benar berjalan untuk kepentingan rakyatnya?” katanya.
Alfan mendesak adanya rapat lanjutan dengan mengundang Kepala Desa Sidomulyo dan Camat Silo. “Ini pertanda buruk. Ada sinergi antara pejabat pemerintahan tingkat desa dengan camat yang terindikasi kuat melakukan pelanggaran prosedural. Jadi camat juga perlu di warning,” ujarnya.
Tabroni, anggota Komisi A dari PDI Perjuangan, menambahkan bahwa pemberhentian kepala dusun harus mengacu pada alasan yang sah secara hukum, meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan karena pelanggaran.
“Kita harus detail jeli melihat apakah ada larangan yang dilanggar oleh kasun sehingga diberhentikan,” kata Tabroni.
Ia juga meragukan apakah kegagalan memenuhi target pajak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran. “Tidak sesuai target kemudian diberhentikan, apakah memenuhi klausul melanggar larangan sebagai perangkat desa?” katanya.
Sementara itu, Siti Baidaus Sholiha, anggota Komisi A dari PPP, menyatakan bahwa kepala dusun tidak bisa diberhentikan secara semena-mena.
“Saya pernah menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa. Di desa kami pernah ada kasun yang mengundurkan diri, karena beberapa bulan sampai hampir setahun tidak pernah ngantor,” katanya.
Baidaus menekankan perlunya proses pembinaan terlebih dahulu. “Ada surat peringatan, dan diberi waktu enam bulan untuk memperbaiki,” jelasnya.
Ia menyatakan siap memperjuangkan hak para kepala dusun yang diberhentikan, jika tidak terbukti melanggar hukum. “Kalau sudah diketahui bahwa ini hanya masalah tidak terpenuhinya pagu pajak, bukan karena dikorupsi, maka ini harus diperjuangkan,” tegasnya. (Ed: Ruk)